Pentingnya EQ dalam Pola Asuh


Bergaya Tukul
Aby Bergaya Tukul

TAK hanya kecerdasan intelektual, kecerdasan emosi (emotional quotient) anak juga harus diasah sejak dini. Salah satu caranya dengan memberi rasa kasih sayang dan bersikap toleransi pola pengasuhan.

Pakar emotional intelligence dari Radani Edutainment, Hanny Muchtar Darta Certified EI PSYCH-K SET mengatakan, orangtua jangan memaksakan kehendak pada anak. Jika terjadi terus-menerus, maka anak akan berbohong. Sebab, anak beranggapan dengan berbohong, maka bisa berkomunikasi dengan orangtuanya.

”Jika anak bohong terus-menerus, akibatnya kedua belah pihak, yakni orangtua dan anak mempunyai hambatan atau keterbatasan dalam berkomunikasi,” tutur wanita yang menyelesaikan pendidikan emotional intelligence six seconds di Amerika Serikat pada 2004 dan 2005. Anak, menurut Hanny, ingin juga diakui prestasinya oleh orangtua.

Menurut Rudolf Dreikurs, pakar pendidikan dan psikiater dari Amerika dalam bukunya Children: the Challenge(1987), anak yang belum berperilaku baik merasa tidak dianggap atau tidak dihargai.

”Jika orangtua melakukan pendekatan emotional intelligence untuk pola asuh, maka tidak akan terjadi anak sering berbohong,” ucap Hanny.

Jika anak memiliki nilai bagus, tetapi tidak ceria, maka ada indikasi bahwa anak merasa stres. Untuk itu, segera lakukan pendekatan dengan cara positif untuk mengetahui penyebabnya. 

EQ juga memegang peranan penting dan keduanya harus dikembangkan seawal mungkin sehingga bisa berjalan seimbang. Penelitian seorang profesor dari Amerika, Thomas J Stanley PhD dalam bukunya The Millionaire Mind, menulis kejujuran adalah faktor penting.

Penelitian ini dilakukan terhadap 733 orang yang sukses dengan kekayaan minimal USD1 juta. Selain kejujuran, papar Stanley, disiplin akan mampu menjalin hubungan baik dengan orang lain juga faktor pendukung untuk menjadi orang yang sukses dalam berkarier dan kehidupannya.

”Hasil penelitian EQ memberikan kontribusi sebesar 90% dalam kesuksesan seseorang dan IQ memberikan kontribusi 10% untuk menjadikan anak sukses,” ucapnya.

Masih dikatakan Hanny yang mengutip pernyataan Peter Jeff, seorang pengusaha dalam bukunya Get A Grip on Your Dream bahwa lebih dari 50% CEO di perusahaan besar mempunyai nilai rata-rata C. Adapun 50% dari pengusaha jutawan di Amerika juga tidak menyelesaikan kuliah.

”Itu semua bisa terbukti bahwa seseorang sukses karena mereka memiliki kecerdasan emosional dan spiritual yang bagus. Kedua faktor itulah yang menentukan kesuksesan seseorang pada masa depannya,” sebutnya.

sumber : klik disini

Tinggalkan Balasan

Please log in using one of these methods to post your comment:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s