Hindari Main Ponsel Sebelum Tidur, Ini Risikonya


ilustrasi main ponsel sebelum tidur

Banyak orang sulit lepas dari telepon genggam. Dari sejak membuka mata di pagi hari hingga sebelum tidur, layar ponsel selalu menjadi benda yang paling sering dipandangi. Apalagi, momen sebelum tidur adalah momen terbaik untuk melihat media sosial atau mengecek email.

Tak heran kebiasaan ini terbawa hingga menjelang tidur. Nah, terkait dengan kondisi itu, para ahli dan sejumlah penelitian kesehatan mengungkapkan, sesuatu yang tampak seperti kebiasaan wajar semacam itu, ternyata dapat membahayakan kesehatan.

Meski kita menganggap memeriksa pesan dan berselancar di Instagram dapat membantu lebih cepat tidur, menggunakan ponsel di malam hari akan berdampak negatif. Setidaknya kesehatan mata menjadi bagian yang berpotensi terkena imbasnya.

Sebab, cahaya biru yang dipancarkan ponsel sangat tajam pada malam hari. Cahaya itu bukan cuma memengaruhi penglihatan, tapi juga produksi hormon melatonin yang bertanggung jawab untuk tidur.

Pertimbangkan alasan berikut, dan pikirkan untuk meninggalkan ponsel sebelum tidur.

1. Memengaruhi durasi tidur

Cahaya biru dari ponsel memengaruhi produksi melatonin, salah satu hormon yang membantu seseorang tidur dan mengatur siklus tidur. Penggunaan ponsel secara teratur di malam hari dapat menyebabkan kurang tidur karena pikiran masih aktif hingga beberapa saat sebelum terlelap.

Selain itu, keinginan kompulsif untuk memeriksa ponsel dapat mengakibatkan penundaan waktu tidur dan mengurangi durasinya.

2. Merusak retina

Cahaya pada ponsel memiliki gelombang pendek yang lebih berkedip. Ini akan memengaruhi penglihatan dan dalam jangka waktu lama dapat merusak retina. Menurut American Macular Degeneration Association, cahaya biru dari ponsel menyebabkan kerusakan pada retina yang permanen dan degenerasi makula.

3. Meningkatkan risiko depresi

Menatap layar ponsel ketika seharusnya sudah tidur bukan hanya berdampak pada kesehatan fisik, melainkan juga kesehatan mental. Kita menjadi rentan terhadap depresi. Di samping itu, tingkat energi yang rendah di siang hari, ditambah kesulitan untuk berpikir karena kurang tidur, juga memicu rasa lemah emosional dan mental.

4. Berisiko terkena kanker

The World Health Association menyatakan, ponsel dapat menjadi penyebab kanker bagi manusia karena memancarkan radiasi elektromagnetik yang telah dikaitkan dengan jenis kanker tertentu. Paparan cahaya biru berkepanjangan dan pengaruhnya pada siklus tidur telah terbukti meningkatkan risiko kanker payudara dan kanker prostat.

5. Memengaruhi otak

Bertentangan dengan namanya dengan ponsel pintar, paparan berlebihan terhadap gadget bisa memengaruhi otak kita. Penggunaan ponsel dan tidur yang terganggu membuat otak tidak mampu memperbaiki koneksi yang rusak di siang hari, salah satu alasan mengapa kita tak dapat berpikir jernih setelah tidak tidur di malam hari.

6. Membuat mata menjadi tegang

Melihat cahaya biru dari ponsel di saat gelap akan mengakibatkan mata tegang dan sakit. Jika ini berlangsung lama, tentu dapat merusak penglihatan secara permanen.

 

sumber: klik disini

Susah Tidur, Bolehkah Minum CTM?


CTM atau klorfeniramin maleat adalah obat untuk mengobati gejala alergi. Namun, belakangan ini CTM juga dipakai sebagai obat tidur oleh banyak orang. Efek samping CTM yang dapat menyebabkan kantuk membuat orang yang susah tidur beranggapan dapat menggunakan obat ini untuk membantu tidur. Artinya, penggunaan obat ini untuk tidur bukanlah hal yang seharusnya. Lalu, apakah aman menggunakan CTM sebagai obat tidur?

CTM adalah salah satu obat yang bisa digunakan untuk mengobati reaksi alergi, termasuk anafilaksis. Selain itu, obat CTM juga dapat digunakan untuk menyembuhkan pilek, rhinitis, atau alergi yang berhubungan dengan saluran pernapasan lainnya. Obat ini merupakan obat yang mengandung antihistamin, sehingga dapat menghentikan kerja histamin dalam tubuh yang dapat menimbulkan reaksi alergi.

Obat ini dijual bebas di apotek dengan harga yang sangat terjangkau. satu kotak isi 12 kapsul cukup seribu rupiah…

Apakah CTM termasuk obat tidur?

CTM bukan termasuk obat tidur. Walaupun efek samping CTM adalah kantuk setelah meminumnya, namun CTM tidak tepat digunakan sebagai obat tidur. Penggunaan CTM untuk obat tidur termasuk salah satu penyalahgunaan obat.

Jika Anda mengalami gangguan tidur, mungkin yang salah adalah dari gaya hidup Anda. Misalnya, minum kopi beberapa jam sebelum tidur yang membuat Anda tidak bisa tidur atau waktu tidur Anda terlambat dari waktu biasanya Anda tidur.

Jadi, jangan terburu-buru minum obat saat Anda mengalami gangguan tidur. Jika masalah tidur yang Anda alami sering terjadi dan mengganggu keseharian Anda, sebaiknya konsultasikan masalah tidur Anda ke dokter. Dokter akan meresepkan obat tidur yang sesuai dengan kebutuhan Anda.

Apa efek samping CTM sebagai obat tidur?

Walaupun sebagian besar obat tidur juga mengandung antihistamin (seperti yang ditemukan pada CTM), namun penggunaan CTM sebagai obat tidur tetap kurang tepat. Lagipula, semakin lama Anda menggunakan CTM sebagai obat tidur, maka semakin kecil kemungkinannya CTM tersebut dapat membuat Anda mengantuk.

Mengapa? Karena toleransi tubuh Anda terhadap efek sedatif (menenangkan dan membuat kantuk) antihistamin dapat berkembang dengan cepat. Akibatnya, Anda mungkin akan mengambil CTM dalam dosis yang lebih banyak lagi dan lagi untuk membuat Anda mengantuk. Tentu, hal ini tidak baik dan dapat menimbulkan efek samping bagi kesehatan.

Dosis dalam sekali minum CTM untuk orang dewasa adalah 4 mg/ hari. Sedangkan, batasan penggunaan CTM dalam sehari adalah maksimal 24 mg/ hari. Jika Anda mengambil CTM dalam dosis yang lebih dari batasan anjuran, efek samping mungkin akan terjadi.

Beberapa efek samping yang dapat ditimbulkan dari penggunaan CTM adalah:

  • Pusing
  • Mulut, hidung, dan tenggorokan kering
  • Sembelit
  • Penglihatan kabur
  • Detak jantung lebih cepat dan tidak beraturan
  • Merasa gugup atau gelisah
  • Perubahan suasana hati
  • Tremor atau kejang
  • Tubuh mudah memar atau berdarah
  • Sesak napas
  • Buang air kecil lebih sedikit atau tidak sama sekali

Jadi kesimpulannya, bila kamu susah tidur, solusinya bukan CTM. Trus apa dong solusinya?

Tambahkan di kolom komentar ya… Tips untuk bisa tidur nyenyak.

Diolah dari berbagai sumber.

Kecerdikan Konspirasi (Kebohongan) Opini Publik


KONSPIRASI KEBOHONGAN

Al Kisah, Abu Nawas berjalan di tengah pasar, sambil melihat ke dalam topinya, lalu tersenyum bahagia. Orang-orang pun heran, lalu bertanya;

“Wahai saudaraku Abu Nawas apa gerangan yang engkau lihat ke dalam topimu yang membuatmu tersenyum bahagia?”

“Aku sedang melihat surga yang dihiasi barisan bidadari.” Kata Abu Nawas dengan ekspresi meyakinkan.

“Coba aku lihat?” Kata salah seorang yang penasaran melihat tingkah Abu Nawas.

“Tapi saya tidak yakin kamu bisa melihat seperti apa yang saya lihat.” Kata Abu Nawas.

“Mengapa?” Tanya orang-orang di sekitar Abu Nawas yang serempak, karena sama-sama semakin penasaran.

“Karena hanya orang beriman dan sholeh saja, yang bisa melihat surga dengan bidadarinya di topi ini.” Kata Abu Nawas meyakinkan.

Salah seorang mendekat, lalu berkata; “Coba aku lihat.”

“Silahkan” kata Abu Nawas”

Orang itu pun bersegera melihat ke dalam topi, lalu sejenak menatap ke arah Abu Nawas, kemudian menengok ke orang di sekelilingnya.

“Benar kamu, Aku melihat surga di topi ini dan juga bidadari. Subhanallah!” Kata orang itu berteriak.

Orang-orang pun heboh ingin menyaksikan surga dan bidadari di dalam topi Abu Nawas, tetapi Abu Nawas mewanti-wanti, bahwa hanya orang beriman yang bisa melihatnya, tetapi tidak bagi yang kafir.

Dari sekian banyak yang melihat ke dalam topi, banyak yang mengaku melihat surga dan bidadari tetapi ada beberapa di antaranya yang tidak melihat sama sekali, dan berkesimpulan Abu Nawas telah berbohong. Mereka pun melaporkan Abu Nawas ke Raja, dengan tuduhan telah menebarkan kebohongan di tengah masyarakat.

Akhirnya, Abu Nawas dipanggil menghadap Raja untuk diadili.

“Benarkah di dalam topimu bisa terlihat surga dengan bidadarinya?”

“Benar paduka Raja, tetapi hanya orang beriman dan sholeh saja yang bisa melihatnya. Sementara yang tidak bisa melihatnya, berarti dia belum beriman dan masih kafir. Kalau paduka Raja mau menyaksikannya sendiri, silahkan..” Kata Abu Nawas.

“Baiklah, kalau begitu saya mau menyaksikannya sendiri.” Kata Raja. Tentu, Raja tidak melihat surga apalagi bidadari di dalam Topi Abu Nawas. Tapi Raja lalu berpikir, kalau ia mengatakan tidak melihat surga dan bidadari, berarti ia termasuk tidak beriman.

Akibatnya bisa merusak reputasinya sebagai Raja. Maka, Raja itu pun berteriak girang: “Engkau benar Abu Nawas aku menyaksikan surga dan bidadari di dalam topimu.

Rakyat yang menyaksikan reaksi Rajanya itu, lalu diam seribu bahasa dan tak ada lagi yang berani membantah Abu Nawas. Mereka takut berbeda dengan Raja, karena khawatir dianggap dan di cap kafir atau belum beriman.

Akhirnya, konspirasi kebohongan yang ditebar oleh Abu Nawas, mendapat legitimasi dari Raja. Boleh jadi, dalam hati, Abu Nawas tertawa sinis sambil bergumam; beginilah akibatnya kalau ketakutan sudah menenggelamkan kejujuran, maka kebohongan pun akan merajalela.

Ketika keberanian lenyap dan ketakutan telah menenggelamkan kejujuran, maka kebohongan akan melenggang kangkung sebagai sesuatu yang “benar.”

Ketakutan untuk berbicara jujur, juga karena faktor gengsi. Gengsi dianggap belum beriman, atau dengan alibi/alasan lainnya. Padahal, label gengsi itu hanyalah rekayasa opini publik yang dipenuh kebohongan.

Kepercayaan diri sebagai pribadi yang mandiri untuk berkomitmen pada kebenaran berdasarkan prinsip kejujuran, telah dirontokkan oleh kekhawatiran label status yang sesungguhnya sangat subyektif dan semu. Kecerdikan konspirasi (kebohongan) opini publik Abu Nawas, telah menumbangkan kebenaran dan kejujuran.

Akhirnya, kecerdasan tanpa kejujuran dan keberanian, takluk di bawah kecerdikan yang dilakonkan dengan penuh keberanian dan kepercayaan diri meski pun itu adalah kebohongan yang nyata.

Kasus legitimasi kebohongan versi Abu Nawas, bisa saja telah terjadi disekitar kita. Tentu, dengan aneka versinya.

Dari berbagai sumber

Apa pesan moral yang kamu simpulkan dari kisah ini?

Tambahkan pesan moral versi mu di kolom komentar.

Orang Pintar dan Hebat Jangan Mau Kalah dengan Orang Penjilat


Bukan rahasia umum lagi kalau banyak orang yang pintar dan hebat akan kalah dengan orang penjilat. Apalagi penjilat yang punya rekanan orang dalam.

Sehebat apapun kamu pasti tak akan dianggap apa-apa. Namun saat kamu membuat satu kesalahan kecil saja maka itu akan menjadi besar untukmu

Yang namanya dunia kerja, kamu pasti akan menemukan hal tersebut. Yang kamu yang mungkin dinilai pintar dan hebat akan kalah dengan mereka orang-orang penjilat. Meski pun mereka tak punya karya atau prestasi apapun.

Meski demikian, kamu jangan terlalu membenci para penjilat ini. Tetap berteman dengan mereka tapi jangan tunjukan kemampuan di depan mereka.

Ada beberapa ciri penjilat yang harus kamu ketahui. Agar kamu nantinya tidak salah jalan dan langkah untuk menghadapi mereka.

Ciri-ciri pegawai penjilat atasan yang harus kamu ketahui.

Rajin Saat Ada Bos

Saat ada bos mereka terlihat rajin. Mereka melakukan apapun untuk menarik perhatian si bos. Kadang walaupun bukan pekerjaan mereka, si penjilat ini akan berusaha seolah-olah melakukan pekerjaan tersebut.

Tujuannya tidak lain adalah menarik perhatian si bos agar bisa dikatakan dia mampu dan mumpuni untuk mengerjakan banyak hal.

Manis Dalam Kata-Kata

Hal lain yang seing dilakukan para penjilat adalah bermanis wajah dan mulut. Mereka sering memberikan pujian kepada sang bos untuk menarik perhatian si bos.

Kadang, tak jarang kata-kata yang dilemparkan dari mulutnya adalah kata-kata manis nan lebai. Semua puja puji untuk si bos tercinta meskipun si bos tidak melakukan apa-apa.

Suka Memanfaatkan Rekan Kerja

Salah satu tipikal penjilat adalah memanfaatkan kehebatan dan kepintaran teman kerja. Mereka seolah-olah membuatmu hebat dan pintar namun sebenarnya mereka memanfaatkanmu.

Orang penjilat biasanya tidak memiliki kemampuan apapun pun selain mencari peluang untuk memanfaatkan orang lain. Orang lain yang bekerja, dia yang dapat nama.

Merasa Diri Paling Berguna

Salah satu ciri penjilat lainnya adalah merasa dirinya paling hebat dan berguna bagi perusahaan. Mereka menganggap tanpa mereka perusahaan tidak akan maju dan berkembang.

Mereka kadang berkoar-koar ke luar perusahaan dan mengatakan peran mereka yang sangat besar dalam memajukan perusahaan. Mereka juga tak segan segan menjatuhkan orang lain demi nama dirinya sendiri.

Suka Mencari Kesalahan Orang Lain

Ciri lainnya orang penjilat adalah suka mencari kesalahan orang lain dan melaporkan hal tersebut kepada atasan. Mereka kadang tak malu untuk menambah dan membesar-besarkan masalah yang sebenarnya tak pernah ada.

Kadang, masalah yang tak ada akan diada-adakan di depan si bos. Kadang masalah di luar pun bisa di bawa masuk ke dalam perusahaan sehingga bisa berdampak buruk pada karirmu

Suka Ngasih Oleh-Oleh untuk Atasan

Mungkin bagi sebagian orang ini baik, namun disadari atau tidak perilaku ini adalah salah satu perilaku para penjilat. Mereka sengaja memberikan oleh-oleh untuk si bos agar di pandang menjadi orang baik.

Kadang mereka mencari tahu apa yang disuka si bos. Kemudian mereka membelikan apa yang disuka si bos walaupun kadang harus berutang. Yang penting bisa dianggap baik oleh si Bos.

Suka Mengadu Domba

Jika kamu sering diadu domba dengan rekan-rekan kerja yang lain, bisa saja itu dilakukan oleh para penjilat. Mereka sengaja menciptakan hal tersebut agar kalian ribut dan saling menjatuhkan.

Situasi itu akan dimanfaatkan oleh para penjilat untuk mengambil keuntungan tersendiri. Apalagi kalau karirmu lagi bagus, bisa saja hancur karena adu domba tersebut.

Nah, itu dia sebagaian dari sikap para penjilat. Mungkin ada hal lain yang bisa ditambahkan. Silakan tambahkan di kolom komentar.

Sumber: klik disini

Museum Pendidikan Surabaya, Ada Peran DJKN lho…


Peta Museum Pendidikan Surabaya

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini November 2019 lalu baru saja meresmikan Museum Pendidikan Surabaya di Jalan Genteng Kali Nomor 10, Surabaya, Jawa Timur, bertepatan dengan momentum peringatan Hari Guru, Senin (25/11/2019) pagi. Risma menyampaikan, gedung eks Taman Siswa itu tak ada satu pun yang diubah dari bentuk aslinya, yang dilakukan Pemkot Surabaya hanya memperbaiki.

Museum Pendidikan yang berada di Jalan Genteng Kali No. 10 Surabaya ini dahulu merupakan bangunan eks Sekolah Taman Siswa dengan seluas 1.452 meter persegi.

Bangunan yang berdiri megah dengan arsitektur kuno ini, menyimpan 860 koleksi dari berbagai peninggalan masa lampau hingga sekarang. Menariknya, benda sejarah peninggalan Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantoro juga tersimpan di dalam museum ini.

Peran DJKN

Tanah dan bangunan yang sekarang menjadi Museum Pendidikan Surabaya tersebut, sebelumnya merupakan Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dalam hal ini Kanwil DJKN Jawa Timur. Pada bulan Mei 2019 lalu, Kanwil DJKN Jawa Timur menyerahkan ke Walikota Surabaya untuk menjadi Barang Milik Daerah (BMD).

Pada saat itu, atas nama Menteri Keuangan, Etto Sunaryanto, Kepala Kanwil DJKN Jawa Timur, selaku Ketua Tim Asistensi Daerah (TAD) Kanwil DJKN Jawa Timur menyerahkan aset berupa ABMA/T SMP/SMA Taman Siswa dengan luas tanah 1.452 m2 di Jalan Genteng Kali Kota Surabaya.

Penyerahan ABMA/T ini adalah pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 31/PMK.06/2015 tentang Penyelesaian Aset bekas Milik Asing/Tionghoa dan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 96/KM.6/2019 tentang Penyelesaian Status Kepemilikan Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa SMP/SMA Taman Siswa luas tanah 1.452m2 di Jalan Genteng Kali Nomor 10, Kelurahan Genteng, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur, dengan Cara Pemantapan Status Hukum Menjadi Barang Milik Daerah.

Berita lengkap serah terima dapat dilihat disini.

Foto-Foto Museum Pendidikan Surabaya

Diolah dari berbagai sumber

Menurut MK: Leasing Tak Bisa Lagi Asal Tarik Kendaraan, Harus Lewat Pengadilan


Ilustrasi foto: Debitor melihat kendaraan akan ditarik leasing

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan pasangan suami istri, Suri Agung Prabowo dan Aprilliani Dewi, terhadap Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) UU Jaminan Fidusia

Dalam putusan nomor 18/PUU-XVII/2019 itu, MK menyatakan kreditur (leasing) tidak bisa lagi secara sepihak mengeksekusi atau menarik objek jaminan fidusia seperti kendaraan atau rumah, hanya berdasar sertifikat jaminan fidusia.

MK memutuskan yang ingin menarik kendaraan harus mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri. Tetapi eksekusi sepihak oleh kreditur tetap bisa dilakukan, asalkan debitur mengakui adanya cidera janji (wanprestasi) dan secara sukarela menyerahkan objek jaminan fidusia.

Sehingga untuk melindungi debitor, MK menyatakan norma Pasal tersebut berlaku konstitusional bersyarat.

MK menyatakan Pasal 15 ayat (2), khususnya frasa ‘kekuatan eksekutorial’ dan ‘sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap’, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap

Sementara Pasal 15 ayat (3) khusus frasa ‘cidera janji’ tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘adanya cidera janji tidak ditentukan secara sepihak oleh kreditur melainkan atas dasar kesepakatan antara kreditur dengan debitur atau atas dasar upaya hukum yang menentukan telah terjadinya cidera janji’.

Unduh Putusan MK selengkapnya: klik disini

Diolah dari berbagai sumber.

Berikut Keterampilan yang Wajib Kamu Kuasai di Dunia Kerja


Tanpa keterampilan bahasa, si Pintar tampak dungu. Sebaliknya, si Dungu tampak pintar dengan bermodal lidah yang fasih atau pena yang tajam.

Ketika memasuki dunia kerja, seseorang harus dapat mengungkapkan gagasannya dengan efektif. Dari empat keterampilan bahasa dasar (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis), ada empat keterampilan bahasa praktis yang perlu dikuasai oleh seorang pekerja profesional, yakni membuat surat, menyusun laporan, menyajikan presentasi, dan melaksanakan rapat.

Gambar Empat Keterampilan Bahasa Praktis di Dunia Kerja

Membuat Surat

Tugas pertama yang galib diberikan kepada seorang karyawan baru adalah membuat surat resmi. Sinonim untuk surat-menyurat adalah korespondensi. Surat memiliki fungsi sebagai sarana komunikasi untuk menyampaikan pemberitahuan, permintaan, atau gagasan. Selain itu, surat juga dapat berfungsi sebagai bukti tertulis (misalnya surat perjanjian) atau pedoman kerja (misalnya surat keputusan).

Jenis surat dapat dilihat dari berbagai segi, seperti segi pemakaian, wujud, keamanan, urgensi, penerima, dan tujuan. Pada dasarnya, ada dua bentuk surat yang berbeda tajam, yaitu bentuk lurus (block style) dan bentuk lekuk (indented style).

Bagian surat bergantung pada jenis surat. Surat resmi secara umum dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. Bagian awal terdiri atas (1) kepala surat, (2) tanggal surat, (3) keterangan surat, dan (4) alamat surat. Keterangan surat umumnya terdiri atas nomor, lampiran, dan perihal surat. Bagian isi terdiri atas (1) salam pembuka, (2) isi surat, dan (3) salam penutup. Bagian akhir terdiri atas (1) penanggung jawab surat, (2) tembusan, dan (3) inisial pembuat surat.

Menyusun Laporan

Setelah membuat surat, tugas berikutnya yang diberikan kepada karyawan adalah membuat laporan. Laporan menyajikan informasi untuk tujuan dan audiens tertentu secara sistematis. Ada banyak cara untuk menyusun sistematika laporan bisnis yang efektif sesuai dengan jenis laporan. Jenis laporan dapat dikelompokkan berdasarkan pada sifat, formalitas, panjang, arah, waktu, fungsi, dan bentuk. Berdasarkan sifat, misalnya, laporan dapat dikelompokkan menjadi laporan laporan informasi, analisis, dan proposal.

Salah satu sistematika laporan yang lazim digunakan ialah dengan membagi laporan menjadi tiga bagian, yaitu (1) bagian awal, (2) bagian isi, dan (3) bagian akhir. Bagian awal laporan berisi informasi pendahuluan yang menjadi dasar pertimbangan pembaca untuk meneruskan membaca laporan. Bagian isi laporan berisi teks inti laporan yang umumnya dibagi menjadi tiga subbagian, yaitu (a) pendahuluan, (b) pembahasan, dan (c) penutup. Bagian akhir laporan berisi informasi tambahan bagi pembaca yang memerlukan detail lebih lanjut, seperti lampiran dan bibliografi.

Menyajikan Presentasi

Laporan yang telah dibuat perlu dipresentasikan. Presentasi bisnis adalah penyajian suatu topik bisnis, seperti usulan proyek, produk baru, dan perluasan pasar, kepada audiens tertentu dengan tujuan tertentu. Penguasaan terhadap audiens diawali analisis terhadap enam pertanyaan dasar siapa, apa, di mana, kapan, mengapa, dan bagaimana atau yang dikenal dengan akronim asdikamba atau singkatan 5W1H (who, what, where, when, why, dan how). Secara umum, ada empat tujuan utama presentasi bisnis, yaitu berbagi informasi, memberi hiburan, menyentuh emosi, dan memotivasi tindakan.

Ada lima aspek yang perlu dikuasai di dalam presentasi bisnis, yaitu penyaji, bahan, alat, tempat, dan audiens. Penyaji (orang yang menyajikan presentasi) mesti menguasai diri agar tampak meyakinkan ketika memberikan presentasi. Penguasaan bahan yang dipresentasikan merupakan salah satu faktor penumbuh kepercayaan diri pada penyaji. Penyaji juga perlu menguasai alat bantu presentasi dan mengenali tempat presentasi untuk memudahkan pelaksanaan presentasi. Terakhir, penyaji perlu menguasai audiens: siapa mereka dan apa yang mereka harapkan.

Melaksanakan Rapat

Rapat bisnis adalah pertemuan dua orang atau lebih di suatu tempat untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan tujuan bisnis. Rapat sering membuang-buang waktu, tenaga, dan biaya, tetapi tidak efektif mencapai hasil yang diharapkan. Agar efektif, rapat perlu disiapkan, dilaksanakan, dan diselesaikan dengan baik.

Lima aspek yang perlu disiapkan sebelum rapat dilangsungkan adalah tujuan, partisipan, agenda, bahan, dan fasilitas rapat. Setelah itu, rapat dilaksanakan dengan memperhatikan kepemimpinan, partisipasi, aturan, dan dokumentasi rapat. Setelah rapat, dokumentasi rapat didistribusikan kepada partisipan dan pihak berkepentingan lainnya. Jika ada, penugasan tindak lanjut harus ditentukan dan dikomunikasikan dengan jelas. Tindak lanjut tersebut selanjutnya perlu dipantau pelaksanaannya antara lain untuk bahan diskusi pada rapat berikutnya.

Penutup

Keempat keterampilan bahasa praktis yang diuraikan pada tulisan ini perlu dikuasai untuk memperlancar karier. Seperti disampaikan pada paragraf pembuka, kepintaran seseorang acap tenggelam hanya karena dia tidak mampu menyampaikan dengan baik.

Sumber: klik disini

Lupa Jumlah Rakaat Sholat


Duhhh… sekarang rakaat keberapa ya?

Lupa merupakan sifat yang tidak dapat dilepaskan dari diri manusia. Sifat ini sudah menempel semenjak manusia pertama berada di bumi ini. Bahkan, seorang Nabi pun tidak dapat menghindar dari kelupaan. Dalam sebuah riwayat Nabi SAW menyatakan, terkadang aku lupa supaya menjadi pelajaran bagi kalian (HR Malik).

Maksudnya, dengan lupanya Nabi SAW para sahabat bisa mengambil pelajaran dan tahu apa yang harus dilakukan ketika ingat atau sadar. Terutama kelupaan yang berkaitan dengan ibadah.
Di antara bentuk kealpaan yang sering terjadi ialah lupa rakaat shalat. Acap kali pikiran kita melayang dan mengkhayal entah ke mana sehingga shalat pun tidak fokus. Ketika kalimat salam terucap dari mulut sang Imam, barulah kita sadar bahwa kita sedang mengerjakan shalat. Parahnya, setelah salam dan diam sejenak baru kita menyadari ada satu atau dua rakaat yang tidak ditunaikan.

Apabila kondisi ini menimpa seseorang, ada beberapa hal yang dapat dilakukan berdasarkan penjelasan al-Qaffal dalam kitabnya Hilyatul Ulama fi Ma’rifatil Madzahibil Fuqaha.

Berikut kutipannya:

وإن نسي ركعة من ركعات الصلاة وذكرها بعد السلام فإن لم يتطاول الفصل أتى بها وبنى على صلاته وإن تطاول الفصل استأنفها وفي حد التطاول أوجه أحدها قال أبو إسحاق إن مضى قدر ركعة فهو تطاول وقد نص عليه الشافعي رحمه الله في البويطي والثاني أنه يرجع فيه إلى العرف والعادة فإن مضى ما يعد تطاولا استأنف وإن مضى ما لايعد تطاولا بنى والثالث قال أبو علي بن أبي هريرة إن مضى قدر الصلاة التى نسي فيها استأنف وإن كان دون ذلك بنى

Jika lupa sebagian raka’at shalat dan baru ingat setelah salam, kita boleh menambahkan rakaat yang dilupakan secara langsung bila selang waktunya tidak terlalu lama. Apabila jeda keduanya terlalu lama, kita wajib mengulang shalat secara keseluruhan. Ulama berbeda pendapat perihal seberapa lama selang waktunya. Menurut Abu Ishaq, jeda keduanya hanya kisaran durasi satu rakaat. Jika jedanya kurang dari durasi satu rakaat, dia boleh menambahkan bilangan rakaat yang terlupakan.

Tetapi bila melebihi kadar satu rakaat shalat, ia diwajibkan mengulang shalat. Pendapat ini merupakan pandangan Imam asy-Syafi’i sebagaimana dikutip al-Buwaiti. Pendapat kedua mengatakan, takaran jeda keduanya didasarkan pada kebiasaan atau tradisi masyarkat setempat.

Bila menurut kebiasaan masyarakat, durasi jeda sudah terlalu lama, ia harus mengulang shalat. Tetapi jika durasi jedanya sebentar, ia hanya diwajibkan menambah raka‘at yang dilupakan.

Sementara menurut pendapat ketiga sebagaimana dikatakan Abu ‘Ali Ibnu Abu Hurairah, durasi jeda antara lupa dan menyempurnakan kekurangan raka’at diukur berdasarkan ukuran lamanya rakaat shalat yang dilupakan.

Apabila jedanya kelewat lama, ia mesti mengulang dari awal. Kalau hanya sebentar, ia cukup menyempurnakan kekurangan raka’at yang terlupa. Praktisnya, apabila kita mengerjakan shalat dzuhur, kemudian setelah salam baru ingat bahwa ada beberapa rakaat yang terlupa, kita diperbolehkan untuk langsung berdiri menyempurnakan rakaat yang tertinggal.

Namun jika selang waktunya terlalu lama, kita diwajibkan untuk mengulang shalat dzuhur dari awal sebanyak empat rakaat. Terkait berapa lama selang waktunya, para ulama berbeda pendapat sebagaimana yang disebutkan di atas. Wallahu a‘lam. (Hengki Ferdiansyah)

Sumber: klik disini

Kok Tidak Ada Guling di Kamar Hotel?


Bila Anda bermalam di hotel, guling menjadi perlengkapan tidur yang jarang dijumpai. Anda yang terbiasa tidur dengan guling harus puas memeluk bolster atau bantal yang berukuran lebih panjang. Lantas, mengapa tidak ada guling di kamar hotel?

Sebelum membahas mengapa jarang dijumpai guling di hotel. Mari kita ulik asal muasal guling. Guling yang biasa ditemui di Indonesia merupakan hasil dari perpaduan budaya Belanda, Indonesia, dan China yang lahir pada abad 18-19. Kala itu, orang-orang Belanda yang datang ke Indonesia tak membawa serta istri atau pun pasangannya. Sebagai pemenuh hasrat sexualnya, mereka membayar gundik. Namun, konon, orang-orang Belanda ini terkenal sebagai sosok yang pelit.

Sehingga, alih-alih menggundik, mereka memilih membuat guling yang setia menemani sepanjang malam. Dan, tentunya tanpa upah atau bayaran sepeser pun. Munculnya ide penggunaan guling sebagai teman tidur orang Belanda ini pun dipengaruhi budaya Asia Timur seperti China dan Jepang yang masuk ke wilayah Nusantara. Di China, guling disebut dengan nama ‘zhufuren’. Di Korea, guling dikenal dengan nama ‘jukbuin’. Lalu, di Jepang, guling bernama ‘chikufujin’.

Semuanya mengacu pada guling dengan bentuk memanjang hanya saja terbuat dari bambu. Orang-orang Belanda tak menyebutnya dengan guling, tapi diberinama “Dutch Wife”. Menariknya, istilah tersebut dicetuskan oleh Letnan Gubernur Jenderal Inggris, Raffles. Sebutan “Dutch Wife” ini pun lebih pada sebuah ejekan dari Inggris yang tak suka pada Belanda. Apalagi kata “Dutch” sering diidentikkan dengan sesuatu yang bernada ejekan dan merendahkan. Dalam kamus Oxford English Dictionary yang disusun dari tahun 1879 hingga 1927, istilah “Dutch Wife” punya definisi sendiri, yaitu sebuah kerangka berlubang-lubang dari rotan yang digunakan di Hindia Belanda dan lain-lain untuk sandaran anggota badan di tempat tidur.

Sejak saat itu, guling pun akhirnya menjadi gaya hidup golongan-golongan atas–orang Belanda, saudagar kaya. Lalu, kaum-kaum priyayi pribumi hanya ikut-ikutan dengan gaya hidup Belanda. Seperti yang dituliskan Pramoedya Ananta Toer dalam novel berjudul ‘Jejak Langkah’. “Mereka hanya meniru-niru orang Belanda. Yang datang dari Belanda serta-merta ditiru orang, terutama para priyayi berkepala kapuk itu. Inggris mengetawakan kebiasaan berguling.” Bagi orang Indonesia, guling semacam teman tidur yang wajib ada di kasur, termasuk kasur hotel sekalipun. Guling itu nyaman untuk dipeluk (meksipun jomblo, hiks) juga bisa meningkatkan kualitas tidur.

Manfaat lain bisa melancarkan peredaran darah serta bikin tidur lebih sehat. Lalu kenapa sih nggak ada guling di kamar hotel. Berikut beberapa alasannya, silakan kamu pilih alasan mana yang paling logis. Oke yuk kita bahas.

  1. Kiblat hotel adalah gaya hidup western. Jadi dalam pelayanan hotel ala barat tidak dikenal istilah guling.
  2. Guling bisa jadi sangat tidak higienis karena dipeluk oleh tamu-tamu sebelumnya. Banyak tamu yang jijik dengan guling karena dianggap kotor.
  3. Orientasi tamu hotel adalah turis. Turis asing tidak mengenal istilah guling bahkan tidak tau ada benda seperti itu
  4. Tamu yang menginap di hotel biasanya membawa pasangan. Hal itu yang bikin guling tidak terlalu bermanfaat lagi.
  5. Di beberapa hotel ada, tapi memang tidak disediakan di kamar. Kalau kamu minta biasanya akan diberikan kok

Nah… sudah paham kan kenapa alasannya… Jadi kamu enggak penasaran lagi…. Selamat beristirahat. Diolah dari berbagai sumber